RSS

PENYEBARAN ISLAM di ASIA TENGGARA: MORO SAMPAI ABAD XX

ABSTRACT
Tulisan ini akan membahas mengenai Islam di Asia Tenggara yang memiliki berbagai macam proses dan perkembangannya sendiri, dimana setiap negara memiliki perbedaan dalam proses Islamisasi dan juga perkembangannnya. Namun, ada satu kesamaan yang dapat ditarik dari keberagaman Islamisasi yang terdapat di Asia Tenggara, dimana Islam datang pertama kali dilakukan melalui perdagangan sampai pada akhirnya sukses setelah melalui politik.
Key words: Islamisasi, Moro, Jalur Perdagangan, Politik.

Proses Islamisasi di Asia Tenggara
Azyumardi Azra (2005: 2-19) menyampaikan beberapa teori yang berhubungan dengan datangnya Islam ke Asia tenggara. Pertama, Pijnappel berpendapat bahwa Islam datang ke Asia Tenggara berasal dari anak Benua India, yaitu Gujarat dan Malabar. Menurut dia, adalah orag-orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang membawa Islam ke Asia Tenggara. Pendapat ini didukung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa Islam berpijak kokoh di beberapa kota pelabuhan kota Anak Benua India, Muslim Deccan-banyak di antara mereka tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah ke Asia Tenggara (Azra, 2005: 3). Selain itu, Islam di India Selatan sama dengan Asia Tenggara dalam mengutamakan bulan kedelapan melihat ini sebagai bukti bahwa asal usul Islam di Asia Tenggara adalah India (Reid, 2004: 30).
Kedua, Moquette berpendapat bahwa Islam datang ke Asia Tenggara berasal dari Gujarat. Hal ini dibuktikan setelah ia mengamati bentuk batu nisan di Pasai dan di makam Maulânâ Mâlik ‘Ibráhîm di Gresik, ternyata bentuknya sama seperti batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat (Ricklefs, 2008: 8). Ketiga, Fatimi berpendapat bahwa Islam disebarkan ke Asia Tenggara berasal dari Bengal. Hal ini dibuktikan dengan batu nisan yang ada di makam Mâlik Al-Shâlih berbeda dengan batu nisan yang ada di Gujarat, tetepi lebih mirip dengan bentuk dan gaya nisan yang ada di Bengal, teori ini kemudian berkembang menadi “teori natu nisan” (Azra, 2005: 4; lihat juga Ricklefs, 2008: 8 dan Mubarok, 2008: 253). Keempat, Marrison berpendapat bahwa Islam yang disebarkan ke Asia Tenggara berasal dari pantai Coromandel pada abad ke-13 M. Argumennya diperkuat dengan menunjuk kepada kenyataan bahwa pada masa Islamisasi Samudera Pasai, yang raja pertamanya wafat pada 698/1297, Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Barulah setahun kemudian (699/1298), Cambay, Gujarat ditaklukan kekuasaan Muslim (Azra, 2005:4). Ia menyokong teori ini dengan menunjuk kepada persamaan mazhab fikih dari kedua wilayah tersebut. Mayoritas muslim di Nusantara adalah pengikut mazhab Syafi’i, yang juga cukup dominan di wilayah Coromandel dan Malabar, seperti disaksikan oleh para Ibn Bathuthah ketika ia mengunjungi kawasan ini. Menurut arnold, para pedagang dari Coromandel dan Malabar mempunyai peranan penting dalam perdagangan antara India dan Nusantara. Sejumlah besar pedagang ini mendatangi pelabuhan-pelabuhan dagang dunia Melayu-Indonesia dimana mereka ternyata tidak hanya terlibat dalam perdagangan, tetapi juga dalam penyebaran islam. Kelima, Crawfurd berpendapat bahwa Islam yang disebarkan di Asia Tenggara berasal dari Arab. Pendapat ini didukung oleh Hamka dan W. P. Goenevelt (Hasan dan Sumitro, 1994: 18-20 ; Mubarok, 2008: 256) yang menyatakan argumen bahwaa) madzhab yang dianut oleh kerajaan Islam Pasai pada waktu itu adalah madzhab Syafi’i; dan madzhab itu berasal dari Mekkah; dan b) gelar-gelar raja Pasai yang dipakai pada waktu itu adalah gelar raja-raja Mesir.
Siti Maryam dkk (2003: 377 ; Mubarok, 2008: 254) menginformasikan tentang waktu kedatangan Islam. Pertama, sebagian ahli berpendapat bahwa Islam datang ke Asia Tenggara pada abad pertama hijriah (abad VII M) yang dibuktikan dengan pendapat I’Tsing yang menyatakan bahwa Sriwijaya sudah menjalin hubungan dengan khalifah Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan (661 M) dan khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (717-720 M); dan kedua, Islam masuk ke Asia Tenggara pada abad XIII M dengan hipotesis akibat keruntuhan dinasti Abbasiyah oleh Hulagu (1258 M).
Azyumardi Azra (1989: xvi ; Mubarok, 2008: 254) mengatakan bahwa perkembangan Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap: pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan Persia di sekitar pelabuhan. Pada tahap ini, para ulama yang juga merangkap sebagai pedagang memiliki peran besar dalam penyebaran Islam. Di samping itu, penyebaran Islam tahap pertama ini sangat diwarnai oleh aspek mistik Islam (tasawuf). Tahap pertama ini berlangsung hingga Majapahit runtuh (abad XV M).
Kedua, sejak datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Pilipina, sampai abad XIX M; dan ketiga, tahap liberalisasi kebijakan pemerintah kolonial, terutama Belanda di Indonesia. Pada tahap ini, proses Islamisasi di Asia Tenggara sampai bentuknya seperti sekarang ini.

Pola dan Saluran Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Islam di Asia Tenggara sampai abad ke 18, oleh H.J. de Graaf. Islam masuk ke Asia tenggara melalui tiga metode, yakni :
1) Oleh para pedagang Muslim dengan jalur perdagangan yang damai. Peranan pedagang muncul dari situasi Malaya dan kepulauan Nusantara di sepanjang jalur perdagangan antara Asia Barat dan Timur jauh serta Maluku. Pedagang Muslim dan barang-barangnya disambut dengan baik. Mereka menjadi mitra dagang dan sekutu politik para penguasa lokal menggeser peranan orang-orang Hindu.
2) Oleh para da’i dan orang suci (wali) yang datang dari India atau Arab yang sengaja bertujuan mengislamkan orang-orang kafir dan meningkatkan pengetahuan mereka yang telah beriman. Ajaran para da’i dikenal karena unsure sufismenya. Tulisan-tulisan dan dakwah-dakwah para da’i menyebabkan penduduk setempat menjadi tersentuh dengan masyarakat dunia yang lebih luas daripada yang telah mereka kenal saat itu.
3) Dengan kekuasaan dan memaklumkan perang terhadap negara-negara penyembah berhala. Menempuh jalan perang untuk menyebarkan keimanan di kalangan orang-orang kafir. Sisa-sisa kerajaan Majapahit ditaklukkan dengan jalan jihad atau perang suci ini.
VoA Islam menyebutkan mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hampir semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir.
1) Saluran perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
2) Saluran perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3) Saluran pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
4) Saluran kesenian
Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
5) Saluran politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya
a. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat.
c. Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting.
Pada perkembangannya Islam mampu menjadi agama mayoritas di Asia Tenggara. Banyak faktor yang menerangkan tentang hal tersebut, antara lain :
1) Pedagang Muslim asing yang datang ke Asia Tenggara memperkenalkan Islam guna mendapatkan keunggulan ekonomi dan politik di kalangan masyarakat pribumi. Para pedagang Muslim memperkenalkan ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai perdagangan dan mengambil keuntungan ekonomi secara maksimal sehingga mampu membatasi adanya pilihan terhadap agama-agama lain.
Bangsa Barat datang dengan membawa agama Kristen. Namun Kristen tidak begitu berkembang di Nusantara tapi justru Islam-lah yang berkembang pesat karena penyebaran Islam tidak dihalangi oleh pemerintah kolonial dan mereka juga tidak memaksakan agama Kristen kepada penduduk setempat. Kehadiran kolonis merangsang terjadinya proses Islamisasi dan intensifikasi lebih lanjut di kawasan ini. Identifikasi kolonis sebagai penjajah kafir, menjadikan Islam sebagai wadah integrative masyarakat pribumi yang saat itu terbelah oleh berbagai faktor sosial dan cultural dalam menghadapi penjajah Barat. Kepercayaan nenek moyang atau system tradisional lainnya tidak mampu tampil sebagai alternative identifikasi dan mekanisme pertahanan diri di tengah meningkatnya bahaya dan sewenag-wenangan kolonisme Barat, kecuali Jawa yang pernah jadi pusat kekuasaan politik Hindu-Budha yang sudah diinternalisasikan dengan kebudayaan Jawa, maka tidak ada wilayah lain di Asia Tenggara yang mendalam dipenetrasi oleh Hindu-Budha. Ketentuan-ketentuan universal-transendetal Hindu tidak pernah berlaku, di Jawa sekalipun. Sistem adat atau tradisi pribumi yang sangat bersifat lokal, partikularistik dan divisive, sehingga tidak bisa tiharapkan tampil menjadi faktor integrative.
2) Adanya kesamaan bentuk Islam yang pertama kali datang ke Indonesia dengan sifat mistik dan sinkretisme kebudayaan nenek moyang setempat. Islam tasawwuf diterima oleh penduduk pribumi sehingga Islam mampu hidup berdampingan secara damai dengan kepercayaan nenek moyang Jawa. Muncul kaum santri, abangan dan priyayi.
3) Teori lain menurut ahli-ahli Kristen. Sifat Islam yang sederhana mengandung unsure-unsur perkauman (tribalisme) yang menyebabkan Islam mudah dan cepat berkembang di kalangan masyarakat yang memiliki system kepercayaan dan tradisi yang tidak canggih. Kesederhanaan Islam cukup dengan membaca dua kalimat shahadah. Tapi Islam bukan sekedar shahadah tetapi banyak mengandung banyak ajaran lain yang menyangkut segala aspek kehidupan. Seperti yang diungkapkan oleh Snouck Hourgonje bahwa Islam tidak sesederhana itu karena perkembangan Islam di Timur Tengah sendiri diwarnai dengan Liberalisme.

Masuknya Islam ke Filipina
Dalam proses Islamisasi di Asia Tenggara, agaknya yang terus menjadi sorotan adalah masalah perdagangan. Hal ini didukung oleh Tom Pires dan Marcopolo yang menyatakan bahwa kontak lewat perdagangan ini adalah penjelasan yang paling tepat mengenai Islamisasi. Akan tetapi, Van Leur dan Scrhrieke justru berpandangan lain. Mereka berdua lebih memandang bahwa faktor-faktor politik paling berperan dalam Islamisasi di Asia Tenggara. Ada juga yang memadang imam-imam Sufilah yang punya andil lebih, yaitu Johns dan Fatimi. Kesemua pendapat tersebut akhirnya didamaikan oleh pendapat Reid (2004: 22-23) : “kehadiran Islam tentu saja dibawa oleh para pedagang dan acapkali diperkuat oleh kekuatan politik dan militer.”
Untuk menganalisis bagaimana sesungguhnya islamisasi yang terjadi di Filipina, maka perdebatan di atas adalah dasar yang cukup jelas untuk dijadikan pertimbangan mengenai suatu bentuk atau proses islamisasi yang terjadi di Filipina.
Sejarah masuknya Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosio kultural wilayah tersebut sebelum kedatangan Islam. Filipina adalah sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari 7107 pulau dengan berbagai suku dan komunitas etnis. Sebelum kedatangan Islam, Filipina adalah sebuah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan. Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk setempat setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang telah mendarah daging di hati mereka.
Para ahli sejarah menemukan bukti abad ke-16 dan abad ke-17 dari sumber-sumber Spanyol tentang keyakinan agama penduduk Asia Tenggara termasuk Luzon, yang merupakan bagian dari Negara Filipina saat ini, sebelum kedatangan Islam. Sumber-sumber tersebut memberikan penjelasan bahwa sistem keyakinan agama yang sangat dominan ketika Islam datang pada abad ke-14 sarat dengan berbagai upacara pemujaan untuk orang yang sudah meninggal. Hal ini jelas sekali tidak sejalan dengan ajaran Islam yang menentang keras penyembahan berhala dan politeisme. Namun tampaknya Islam dapat memperlihatkan kepada mereka bahwa agama ini memiliki cara tersendiri yang menjamin arwah orang yang meninggal dunia berada dalam keadaan tenang, yang ternyata dapat mereka terima (Reid, 2004: 24-25).
Selain itu, Di antara semua agama besar di dunia, Islam barangkali yang paling serasi dengan dunia perdagangan. Al-Qur’an maupun Al-Hadits sebagai sumber tertinggi dalam agama Islam banyak memuji kepada pedagang yang dapat dipercaya. Islam dibawa oleh pedagang dan dengan cepat menyesuaikan dirinya dengan gaya hidup atau kondisi kota-kota dagang yang relatif makmur. Dengan demikian bagi kebanyakan orang Filipina Islam selalu diidentikan dengan kekayaan, keberhasilan dan kekuasaan. Jadi tidak aneh jika orang yang memliki ambisi di bidang perdagangan mulai mengasimilasi Islam meskipun belum paham mengenai ajaran pokok Islam (Reid, 2004: 36-37).
Di sisi lain, tidak dapat diragukan lagi bahwa skala perdagangan Asia Tenggara mulai melesat sangat pesat pada penghujung abad ke-14. Hasil dari perdagangan ini, kota-kota berkembang dengan kecepatan sangat mencengangkan termasuk sepanjang wilayah pesisir kepulauan Filipina. Para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan menimbulkan adanya pertukaran baik di bidang ilmu pengetahuan maupun agama. Mereka yang cenderung bergerak di bidang perniagaan segera tertarik dengan kepercayaan baru ini yang tentu dengan berbagai alasan. pepohonan, gunung, atau roh nenek moyang tidak dapat dibawa bepergian dengan mudah. Pedangang ini butuh keyakinan yang dapat diterapkan secara luas. Jika dia keluar maka dia butuh bahasa melayu dan butuh penerimaan dari lingkungan serta relasi di kota perdagangan. Islam menyediakan sistem kepercayaan maupun sistem sosial bagi pedagang ini yang dapat di terapkan kapan pun dan di mana pun.
Setelah masyarakat Filipina mengenal Islam, belum banyak yang memeluk agama ini karena keterbatasan jangkauan dan kesempatan untuk menjangkau daerah lain terutama di pedalaman. Pada abad ke 14 M, sisa-sisa kekuasaan Sriwijaya ditumpas oleh Majapahit. Banyak pangeran dan prajurit melarikan dri ke berbagai wilayah Melayu. Di pulau Jolo terdapat kerajaan Bagunda. Menurut Mubarok, sebuah riwayat mengatakan bahwa seorang Arab yang tengah melakukan perjalanan dari Sumatera dan Kalimantan menikah dengan anak perempuan raja Baguinda (Mubarok, 2008: 262).
Hal ini didukung oleh apa yang ditemukan Azra. Menurutnya sebuah tarsilah (silsilah) raja-raja muslim dari kesultanan Sulu di Filipina menerangkan Islam disebarkan diwilayah ini oleh seorang arab yang bernama Syarif Auliya Karim Al-Makhdum yang datang dari Malaka pada tahun 1380. Setelah itu, datang juga orang Arab yang bernama ’Amin Allah al-Makhdum, yang juga dikenal dengan sebutan Sayyid al-Niqab. Ia dipercaya datang bersama sejumlah muslim Cina. Gelombang Islamisasi di sulu selanjutnya terjadi ketika seorang Arab bernama Sayyid abu Bakr ke wilayah ini. Menurut Hunt, seorang pengembara barat di Sulu saat itu menjelaskan bahwa “seorang Sufi lain datang dari Mekah, bernama Sayyid Barpaki, berhasil memasukkan hampir seluruh penduduk ke dalam Islam” (Azra, 2005: 10-11).
Ajaran Islam yang simpatik menarik banyak kalangan. Salah satunya adalah Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao, yang akhirnya memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini dimulai. Manguindanao sendiri kemudian menjadi seorang Datu yang berkuasa atas propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Karena kekuasaan Datu, Islam menyebar ke berbagai daerah sekitarnya, terutama daerah kepulauan dan pantai. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datu atau Raja bahkan setelah kedatangan orang-orang Spanyol (eramuslim.com).
Kiranya, begitulah proses masuknya islam di Filipina. Dikenal dari sebuah interaksi ekonomi (dagang), ada juga yang sengaja disiarkan, lalu akhirnya dikembangkan secara luas oleh kekuasaan politik yang dalam hal ini adalah raja sebagai pemimpin tertinggi dalam suatu kerajaan..


Perkembangan Umat Islam di Moro
Perkembangan Islam di Moro setelah proses penyebaran Islam di Filipina umumnya dan di Mindanao yang di diami oleh orang-orang Moro khususnya secara garis besar terbagi menjadi tiga bagian. Dalam fase ini, ketiga bagian secara keseluruhannya yang berlangsung sampai sekarang merupakan masa atau fase perlawanan yang dilancarkan oleh bangsa Moro terhadap para penjajah.
Yang pertama yaitu pada masa kolonialisme Spanyol, yang kedua adalah pada masa imperialism Amerika Serikat, yang ketiga adalah fase peralihan antara pemerintah Amerika Serikat ke tangan Pemerintah baru Filipina, dan yang ke-empat adalah pada masa pasca-kemerdekaan dimana pada masa ini pemerintah Filipina sendiri yang melakukan tekanan terhadap bangsa Moro.
a) Masa Kolonial Spanyol
Orang-orang Spanyol memasuki bumi Filipina pada tanggal 16 Maret tahun 1521 dibawah pimpinan Ferdinand de Magellans, yang pada masa itu sedang melakukan ekspedisi untuk mengelilingi dunia. Namun, yang dilakukan oleh Ferdinand de Magellans tidak hanya sekedar melakukan penjelajahan semata, namun juga membawa misi kolonialisme sebagaimana yang tertanam dalam semangat eksplorasi orang-orang Spanyol dan Portugis pada masa Imperialisme Kuno, yakni Gold (mencari kekayaan), Glory (menambah wilayah kekuasaan), dan Gospel (misi penyebaran agama (Katolik Kristen).
Seperti halnya yang dilakukan oleh pelaut-pelaut lainnya seperti Vasco da Gama dari Portugis yang menemukan rute pelayaran ke India melalui Afrika atau Christoper Colombus yang ‘menemukan’ benua Amerika. Sebagai perbandingan, mereka dating tidak sekedar melakukan eksplorasi tetapi juga membawa misi kolonialisme dengan semangat Gold, Glory, dan Gospel. Dalam beberapa sumber pun menyebutkan bahwa mereka melakukan pembantaian terhadap penduduk asli yang mereka temui. Seperti orang-orang Zamorin di yang berdiam di India bagian Selatan yang dibantai oleh Vasco da Gama maupun orang-orang Amerika asli yang dibunuhi oleh pasukan Colombus di pulau yang kini dikenal El Savador.
Spanyol tidak hanya menjajah, tapi juga membawa misi Kristen di bumi Islam tersebut. Pada 1578, negeri Matador ini mengadu domba rakyat Filipina untuk memereangi orang-orang Islam di selatan. Spanyol melabelinya dengan nama perang suci, hingga dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro yang Islam hingga sekarang. Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk Kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja Humabon dari pulau Cebu, kemudian Raja Humabon sendiri dan rakyatnya.

Dalam hal ini, yaitu pada kaitannya yang dilakukan Ferdinand de Magellams ketika ‘singgah’ di Filipina, Pasukan Spanyol melakukan penaklukan baik dengan kekuatan militer (hard power), dimana mereka mengobarkan peperangan terus menerus selama 375 tahun untuk menaklukan seluruh kepulauan Filipina, maupun dengan melakukan Kristenisasi terhadap penguasa setempat (Soft Power) seperti pengkristenan yang mereka lakukan terhadap istri Raja Humabon dari Pulau Cebu dan kemudian terhadap Raja Humabon sendiri dan terakhir rakyatnya mengikutinya.
Namun dalam masa selama 375 tahun tersebut Spanyol tidak dapat menundukan Kepulauan Mindanao di bagian selatan Filipina baik dengan Kristenisasi maupun dengan kekuatan senjata, karena orang-orang Moro yang mendiami Mindanao di Filipina Selatan memiliki keyakinan yang teguh terhadap ajaran Islam berhubung merekalah orang Filipina paling awal yang mengenal Islam karena pendatang Muslim dari luar sendiri menjejakan kaki di Filipina pertama kali di bagian selatan (Mindanao). Dengan kekuatan bersenjatapun orang-orang Moro tidak menerima karena bangsa Moro memang memiliki watak yang keras sehingga sulit ditaklukan. Sebagaimana yang tertera pada kutipan berikut:
…Ketika kolonial Spanyol menaklukan wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah selatan. Mereka justru menemukan penduduk wilayah selatan melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan pantang menyerah…..Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu takluk pada tahun 1876). Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin. Namun, walaupun demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total.

Seperti yang tel;ah disebutkan dalam kutipan paling awal diatas, upaya yang dilakukan Spanyol dalam mengadu domba sesama rakyat Filipina dengan merekrut orang-orang Filipina yang telah dikristenkan untuk turut memerangi bangsa Moro ternyata tetap saja menemui kegagalan dan tidak membuahkan hasil, sehingga kedaulatan bangsa Moro dari penjajahan asing tetap utuh.
b) Masa Imperialisme Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) mendapatkan kepulauan Filipina dengan membelinya seharga US$ 20 juta ketika Spanyol menjualnya pada AS pada tahun 1898 melalui Traktat Paris. Namun, penjualan ini pada dasarnya tidak dapat dianggap sah atau tidak berlaku bagi Mindanao karena Mindanao sendiri tidak dapat ditaklukan oleh kolonialis Spanyol sehingga tidak termasuk dalam koloni Spanyol, sehingga Spanyol menjual kepulauan di selatan Filipina ini hamnya dengan klaim bahwa seluruh Filipina termasuk Mindanao merupakan wilayah koloni Spanyol. Sehingga hal ini akan berakibat pada AS sendiri dimana AS akan mengalami serentetan pertempuran dari tahun 1914-1923 dengan bangsa Moro karena bangsa ini terus melakukan perlawanan terhadap penjajah AS yang dating sebagai penjajah baru menggantikan kaum penjajah sebelumnya, yakni Spanyol.
Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu merupakan bagian dari teritorialnya. Secara tidak sah dan tak bermoral Spanyol kemudian menjual Filipina kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 melalui Traktat Paris.

Klaim Spanyol atas dua kepulauan tersebut jika dilihat pada masa penjajahan Filipina oleh Amerika Serikat ternyata Amerika Serikat sendiri telah memiliki cara tersendiri untuk ‘menundukkan’ orang-orang Moro, mereka dating dengan damai dan memperlihatkan diri sebagai sosok yang bersahabat. Hal ini dikarenakan Amerika Serikat sedang disibukkan oleh pemberontakan Emilio Eguinaldo. Baru setelah pemberontakan Eguinaldo berhasil ditumpas oleh AS, AS mulai berani melakukan campur tangan dan penjajahan terbuka terhadap bangsa Moro, dan akibatnya bangsa Moro pun melalkukan serentetan perlawanan seperti yang telah disebutkan di paragraph awal.
Karena Amerika Serikat melihat bahwa tekanan senjata tidak efektif, merekapun melancarkan penjajahan gaya baru dengan melakukan ‘asimilasi’ melalui pendidikan. Hasilnya, budaya dan arus pemikiran Barat pun menjalar di masyarakat Moro sehingga bangsa Moro yang baru setelah diinfiltrasi melalui pemikiran ini terpecah-pecah, tidak bersatu padu seperti sebelumnya, sehingga merika Serikat dapat menghadapi ancaman mereka dengan lebih mudah.
c) Fase Peralihan
Sebelum Amerika Serikat memberikan kemerdekaan dan meninggalkan Filipina, pada masa yang singkat ini merupakan fase peralihan dari imperialism Amerika Serikat menuju kemerdekaan Filipina. Amerika Serikat meninggalkan jejak di Filipina dengan menerapkan sebuah hokum dimana hukum tersebut merupakan hokum yang digunakkan sebagai alat untuk menyita tanah-tanah milik umat Islam Moro. Akibat dari tindakan ini adalah tanah yang menjadi komponen utama di sebuah masyarakat agraris dimana tanah merupakan sumber penghasilan keseharian sekaligus mata pencaharian tidak lagi dimiliki oleh orang-orang Islam sehingga dapat berdampak pada perekonomian mereka.Yang lebih buruk lagi, tanah-tanah itu diambil alih oleh para pemodal-pemodal asing Amerika Serikat yang mengambil alih tanah tersebut, dan hal ini merupakan penjajahan ekonomi Amerika Serikat terhadap bangsa Moro.
Namun hal yang lebih buruk pada fase peralihan ini adalah ketika senator Manuel L. Quezon menerapkan kebijakan dengan memperbanyak jumlah bangsa Filipina non-Muslim di Mindanao sehingga dalam waktu berikutnya umat Islam di Mindanao pun menjadi minoritas di tanah kelahirannya sendiri, sebagaimana termaktub dalam paragraph berikut:
Manuel L. Quezon, seorang senator, (1936-1944) berusaha memperbanyak jumlah bangsa Filipina non-Muslim. Konsep penjajahan AS melalui koloni diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut. Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka sendiri.

Maka dari itu, jika ada anggapan bahwa Amerika Serikat tidak memperlakukan negara lain (koloni) sebagai jajahan sebagaimana banga Eropa, hal itu merupakan sebuah kemustahilan, karena pada kenyataannya Filipina justru diinfiltrasi secara pemikiran dan ekonomi oleh Amerika Serikat sehingga di kemudian hari bangsa Filipina ini sendiri akan ‘menjajah’ bangsa minoritas di negerinya sendiri yang dalam sejarahnya merupakan etnis ilipina yang paling gigih dalam melawan penjajah.
d) Fase Kemerdekaan
Kemerdekaan bangsa Filipina ternyata tidak memberikan kemerdekaan pula terhadap bangsa Moro, Pemerintah Filipina sendiri ternyata menjadi penjajah baru bagi bangsa Moro, sehingga hal ini memicu munculnya gerakan-gerakan perlawanan yang terorganisir dari bangsa Moro sendiri, seperti MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF.
Namun, ironisnya, terpecahnya gerakan-gerakan perlawanan bangsa Moro ini sekalipun masing-masing gerakan memiliki organisasi yang rapih, namun di satu sisi memperlemah kekuatan perlawanan karena dalam penerapan cara untuk kemerdekaan pada kenyataannya seringkali berlawanan. Selain itu, perbedaan ideologis masing-masing gerakan akibat infiltrasi pemikiran Imperialisme Amerika Serikat di Filipina turut memberikan pengaruh pada perbedaan-perbedaan ideology tersebut.
Akibatnya sangat terasa sampai sekarang, karena meskipun telah ratusan tahun bangsa Moro telah berjuang menghadapi kaum penjajah baik itu kaum kolonialis Spanyol, Imperialis Amerika Serikat, dan yang terakhir pemerintah Filipina sendiri, namun bangsa Moro sekalipun dikenal sebagai bangsa yang gigih dalam melakukan perlawanan belum dapat meraih kemerdekaan secara penuh dan utuh hingga sekarang.



DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. (2005). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Prenada Media.
Mubarok, Jaih. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Islamika.
Reid, Anthony. (2004). Sejarah Modern Awal Asia Tenggara: Sebuah Pemetaan. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Yatim, Badri. (2008). Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sumber Internet
Ciw. (2009). Sejarah Masuknya Islam di Filipina [Online]. Tersedia: http://www.suaramedia.com/sejarah-islam/sejarah-masuknya-islam-di-filipina.html. [15 Agustus 2009].
VoA-Islam. (2009). Sejarah Asia Tenggara (3) : Awal Mula Masuknya Peradaban Islam [Onlinbe]. Tersedia: http://www.voa-islam.com/news/se-asia/2009/07/09/175/sejarah-asia-tenggara-(3awal-mula-masuknya-peradaban-islam/. [15 Agustus 2009].
Zunainingsih, Memik. (2009). Perspektif Islam di Asia Tenggara [Online]. Tersedia: http://memik.blog.uns.ac.id/2009/04/20/perspektif-islam-di-asia-tenggara/. [15 Agustus 2009].
_____. (2009). Muslim Moro: Dari Satu Penjajah ke Penjajah Lainnya [Online]. Tersedia: www.eramuslim.com/gerakan-dakwah/muslim-moro-dari-satu-penjajah-ke-penjajah-lainnya.htm. [15 Agustus 2009].

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar