RSS

Proposal ilmiah tentang rokok

Industri Rokok dan Pembangunan Desa:
Eksistensi Pabrik Rokok Subur Terhadap Dinamika Sosial-Ekonomi
Masyarakat Desa Astanalanggar Kabupaten Cirebon Tahun 1971-2009

Oleh
Rifky Azhari
0705447



1. Latar Belakang Masalah Penelitian
Dewasa ini kemiskinan semakin marak saja terdapat di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (http://www.bps.go.id/), presentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5% atau 34,5. Hal ini sangat kontras sekali dengan cita-cita bangsa yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat disebutkan bahwa Indonesia ingin menjadi negara yang adil dan makmur. Dengan banyaknya angka kemiskinan di Indonesia, secara otomatis akan memperlambat proses pembangunan di negara tersebut.
Berbagai program telah dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia untuk menaggulangi semakin meluasnya kemiskinan tersebut, salah satunya adalah pengembangan perekonomian dengan pendekatan “dari bawah” (http://www.menkokesra.go.id). Dengan cara seperti ini, pembangunan di setiap daerah akan lebih merata. Karena dengan pendekatan tersebut, pembangunan tidak lagi terfokus kepada daerah perkotaan saja. Dengan demikian diharapkan setiap daerah mampu untuk mengoptimalkan potensi perekonomian yang ada di daerahnya masing-masing, sehingga pemerataan kesejahteraan penduduk pun akan lebih merata. Terdapat dua kata kunci dalam pembangunan daerah tersebut, yaitu pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan potensi daerah masing-masing dan adanya keseimbangan pembangunan antar daerah. Dalam implementasinya, bermacam cara telah dilakukan, seperti pengembangan industri di desa-desa baik itu industi rumah tangga maupun industri kecil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengembangan industri daerah sangat berperan besar dalam pembangunan perekonoman dan pembangunan di daerah tersebut, termasuk industri kecil. Dengan adanya industri kecil di daerah tersebut, maka masyarakat akan terserap sebagai tenaga kerja, sehingga angka kemiskinan dapat ditekan. Demi kelancaran program tersebut diperlukan suatu kebijakan strategis yang mampu mendorong berkembangnya industri kecil, khususnya yang terdapat di pedesaan.
Pemerintah sudah berupaya agar pertumbuhan industri kecil di setiap tingkat terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu kebijakan pemerintah tersebut dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) no 10 tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah, serta Undang-Undang no 9 tahun 1995 tentang usaha kecil. Dengan peraturan itu, maka pemerintah berupaya untuk memberdayakan usaha menengah agar nantinya merka dapat berkembang dan meningkat jumlahnya menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan unggul serta mempunyai daya saing yang tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri. Peraturan ini berlaku untuk semua industri yang terdapat di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah industri rokok.
Terdapatnya perubahan orientasi industri, dimana tidak hanya fokus di daerah perkotaan tetapi juga mulai melihat potensi desa untuk mendirikan industrinya. Hal itu juga terjadi di Kabupaten Cirebon. Di Kabupaten Cirebon sendiri banyak terdapat industri rokok, khususnya industri rokok kretek. Tercatat 61 pabrik rokok kretek yang tersebar di 6 kecamatan dan 9 desa di Kabupaten Cirebon (Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon, 2009: 1-2). Maraknya industri rokok di Kabupaten Cirebon ini tentu saja membawa konsekuensi terhadap dinamika sosial-ekonomi desa yang ada di wilayah tersebut. Memang jika dilihat secara geografis, kondisi alam di Kabupaten Cirebon sendiri dinilai sangat startegis sebagai daerah indstri rokok. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, serta Kota Cirebon sendiri sangat strategis untuk daerah pemasarannya.
Kondisi geografis Kabupaten Cirebon yang merupakan dataran rendah, maka sebagian besar mata pencaharian warganya adalah sebagai petani dan buruh tani dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dilihat dari penghasilan para petani dan buruh tani, setidaknya penghasilan tersebut belum dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup masyarakat Kabupaten Cirebon. Mengingat hasil panen pada umumnya rata-rata hanya dapat dilaksanakan dua kali dalam setahun. Oleh karena itu, kehadiran industri rokok diharapkan dapat memberikan tambahan penghasilan dalam menunjang kebutuhan hidup masyarakat Kabupaten Cirebon.
Begitu pula yang terjadi di Desa Astanalangga Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Pekerjaan masyarakat di desa tersebut mayoritas adalah petani dan buruh tani harus tunjang dengan usaha lainnya. Mengingat jika mereka hanya mengandalkan sektor pertanian saja yang panen dua kali dalam setahun, kebutuhan mereka akan sulit untuk terpenuhi. Untuk menanggulangi masalah tersebut, mereka akhirnya memilih pekerjaan tambahan sebagai tenaga kerja di perusahaan rokok yang ada di desa tersebut.
Di Desa Astanalangga Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon terdapat 28 industri rokok, jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan desa lainnya yang terdapat di Kabupaten Cirebon. Diantara banyaknya pabrik rokok di desa ini, PR (Pabrik Rokok) Subur bisa disebut sebagai pionir awal berkembangnya pabrik rokok. PR Subur ini adalah industri rokok dengan jenis kretek. Mulai merintis usaha pada tahun 1960 awalnya memproduksi adalah rokok “putih” atau rokok tak bermerk. Hingga pada awal tahun 1971 pemerintah Kabupaten Cirebon mulai “mencium” potensi dari perusahaan ini hingga akhirnya pada tahun ini juga diberikan izin pendirian industri rokok dengan nama PR Subur. Produk dari PR Subur ini menggunakan merk dagang Panah Mas.
Dalam pembuatan rokok, tidak semua orang dapat melakukannya. Diperlukan suatu keahlian khusus agar mutu dari produk yang dihasilkan akan terjamin. Maka untuk itu dipilihlah para wanita yang dinilai tekun dan rapih dalam mengerjakan sesuatu dibandingkan dengan laki-laki. Maka tak heran di setiap perusahaan rokok banyak sekali pekerja wanita. Pekerja laki-laki memang ada, tetapi mereka hanya ditugaskan sebagai pengangkut tembakau, atau yang bertugas menjadi distributor ke warung-warung rokok saja.
Setiap industri pasti mengalami pasang surut. Begitu pula dengan PR Subur. Pada tahun 1971 dan 1998-2003 industri ini mengalami perkembangan yang pesat. Sedangkan dari akhir tahun 1971-1998 industri ini pernah merasakan “gulung tikar” akibat kebijakan harga cukai yang melambung cukup tinggi. Dengan naiknya harga cukai pengusaha rokok Subur tidak mampu untuk membeli cengkeh, karena keuntungan yang mereka peroleh tak sebanding dengan harga cukai pada masa itu. Di tahun 1998 PR Subur melihat adanyanya suatu peluang usaha, disaat Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi akibat lemahnya fundamental perekonomian Indonesia (Adiningsih, 2008: 8). Akibat dari lemahnya fundamental perekonomian tersebut adalah naiknya harga-harga barang dan penurunan daya beli masyarakat. Berbagai cara dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya akan tetapi kebutuhan untuk merokok bagi beberapa masyarakat harus terpenuhi. PR Subur memberikan alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan rokok masyarakat dengan menawarkan rokok yang harganya relatif terjangkau dengan Rp. 500 /bungkus. Dengan harga tersebut, minat masyarakat untuk membeli rokok dari PR Subur pun meningkat.
Pada tahun 2003, produk dari PR Subur ini telah mampu menjangkau pasar rokok di Bengkulu, Palembang, dan Papua. Proses pendistribusian produk dilakukan pada awalnya dengan tidak sengaja. Ketika ada warga Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon pulang ke kampung halamnnya setelah merantau cukup lama. Ketika kembali ke tempat asal warga tersebut, mereka membawa rokok dari PR Subur. Di daerah rantau tersebut mereka membagikan rokok yang dibawa kepada teman-temannya, respon dari konsumen tersebut sangat bagus. Hingga akhirnya permintaan akan rokok dari PR Subur itu pun mengalami peningkatan.
Sebenarnya banyak masalah yang mampu menghambat perkembangan dari PR Subur. Masalah itu berasal dai persaingan dengan perusahaan rokok kecil sendiri, perusahaan rokok besar, serta kebijakan pemerintah. Persaingan dengan pabrik rokok lain dinilai relatif kecil yaitu, hanya masalah persaingan harga jual dan pendistribusian produk rokok ke pasaran. Untuk menaggulangi masalah tersebut, para pengusaha rokok yang ada di Desa Astanalanggar telah melakukan kesepakatan tentang pembagian daerah pendistribusian dari rokok yang telah dihasilkan oleh pabrik rokok masing-masing.
Persaingan dengan perusahaan rokok besar pun terjadi dalam dinamika perusahaan rokok Subur. Berdasarkan hasil penelitian awal, masalah yang sering dihadapi oleh PR Subur serta pabrik rokok lainnya adalah pengawasan yang sangat ketat dari Dirjen Bea dan Cukai terhadap pabrik rokok kecil. Jika industri rokok kecil sangat diawasi sekali dalam hal pembuangan limbah rokok sehingga limbah tersebut tidak bisa dipergunakan kembali dengan alasan tidak baik untuk kesehatan, maka yang terjadi di perusahaan rokok besar adalah sebaliknya. Limbah yang ada di perusahaan rokok besar justru dipergunakan kembali untuk pembuatan rokok dengan merk berbeda dan dijual di pasaran. Masalah lainnya yang terjadi adalah perbedaan kualitas antara rokok yang dihasilkan oleh pabrik rokok kecil dengan perusahaan rokok besar yang berujung kepada minat beli masyarakat terhadap rokok tersebut. Untuk menyiasati masalah itu, PR Subur membuat bungkus dari rokok yang merka produksi hampir sama seperti kemasan rokok yang dihasilkan oleh perusahaan rokok besar.
Pada tahun 2009, Menteri Keuangan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan no 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai no P-43/BC/2009 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai no SE-27/BC/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembaka. Latar belakang dikeluarkannya peraturan itu adalah agar sistem tarif cukai hasil tembakau menjadi sederhana, terciptanya kelancaran administrasi penerapan tarif cukai hasil tembakau dan peningkatan pelayanan bagi pengusaha pabrik hasil tembakau atau importer.
Dengan adanya kebijakan tersebut, hampir seluruh industri rokok yang terdapat di Kabupaten Cirebon mengalami “gulung tikar” dalam berproduksi, termasuk juga PR Subur. Hal ini dikarenakan dalam kebijakan tersebut dinyatakan kenaikan PPN untuk industri rokok kecil sebesar 8,4% /batang bandingkan dengan kenaikan PPN pabrik rokok besar yang hanya 1,5% /batang. Hal tersebut sungguh memberatkan bagi para industri rokok kecil seperti PR Subur. Dengan keuntungan sebesar Rp. 5000/ 200 bungkus dianggap tak sebanding dengan pajak yang harus mereka keluarkan. Belum lagi dengan peraturan tersebut, semua industri rokok kecil harus mengurangi jumlah produknya. Akan tetapi para pengusaha rokok kecil terutama PR Subur berusaha agar industri ini tetap berjalan sehingga pembangunan serta dinamika sosial-ekonomi masyarakat di desa tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Masyarakat menilai jika pabrik itu masih berproduksi, mereka akan diuntungkan, khususnya para perempuan. Pabrik rokok ini mampu menyerap seluruh pekerja wanita yang terdapat di desa tersebut. Dengan demikian, maka perekonomian masyarakat di Desa Astanalanggar dapat berjalan. Selain itu, sebagian keuntungan yang diperoleh dari penjualan rokok dialokasikan untuk pembangunan Desa Astanalanggar, seperti untuk pembangunan jembatan, pendirian mushala, serta pendirian sekolah. Limbah dari sisa tembakau yang digunakan untuk rokok pun dapat dimanfaatkan bagi pertanian warga sebagai pencegahan terhadap hama sebelum padi ditanam. Bahkan dari limbah rokok tersebut, pada akhir tahun 2009 Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon mengusulkan adanya pembuatan pupuk dari bahan limbah rokok. Namun sayang hal itu baru sebatas wacana dan belum terealisasikan.
Pemerintah Daerah Cirebon sendiri sudah berupaya menyelamatan pabrik rokok kecil di Kabupaten Cirebon ini agar tetap berproduksi. Upaya tersebut baru sebatas sosialisasi peningkatan mutu, sosialisasi masalah pengoptimalisasi SDM, serta bantuan berupa alat-alat produksi. Namun, upaya dinilai tidak cukup membantu. Karena masalah utama dari pabrik rokok tersebut adalah peraturan pemerintah yang dinilai menghambat mereka untuk berproduksi.
Dari beberapa pemaparan tersebut, peneliti memfokuskan kajian yang menarik untuk dikaji yaitu bagaimana PR Subur ini mampu bertahan pasca dikeluarkannya Peraturan pemerintah yang dirasa menghambat produksi dari PR Subur seta persaingan dari industri rokok besar? Alasan mengambil tentang pasang surut PR Subur di Desa Astanalangga Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon adalah, Pertama, kurangnya penulisan sejarah, khususnya sejarah lokal tentang perkembangan industri rokok kecil di Kabupaten Cirebon dalam rentang waktu 1971-2009 yang merupakan salah satu sektor berhubungan langsung dengan masyarakat. Kedua, pengambilan daerah Desa Astanalangga Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon sebagai pusat kajian dikarenakan daerah ini merupakan daerah yang mempunyai pabrik rokok kretek terbanyak di Kabupaten Cirebon. Ketiga, pengambilan PR Subur didasarkan bahwa pabrik rokok ini dianggap sebagai industri rokok pertama yang ada di Desa Astanalanggar. Keempat, industri ini menjadi salah satu mata pencaharian sambilan yang juga dapat disejajarkan dengan mata pencaharian utama merka yaitu bertani. Selain itu juga, alasan lain yang menjadi pertimbangan adalah peneliti mengharapkan dengan mengkaji pembahasan ini semoga dapat menemukan dan memberikan solusi alternatif terbaik bagi pengusaha rokok kecil agar tetap bertahan sehingga pembangunan di desa tersebut akan tetap berjalan.
Tahun kajian yang peneliti fokuskan tahun 1971-2009. Hal tersebut didasarkan tahun 1971 sebagai tahun awal berdirinya secara resmi industri rokok PR Subur setelah dari tahun 1960 perusahaan ini menjadi peusahaan yang belum mendapat izin dari PEMDA Cirebon. Tahun 2009 dijadikan sebagai akhir kajian karena pada tahun itu perkembangan industri rokok kecil mengalami masa yang sulit pasca dikeluarkannya peraturan pemerintah yang dinilai cukup menghambat perkembangan dari industri rokok kecil termasuk PR Subur. Persaingan antar perusahaan rokok lainnya juga meningkat. Sehingga dengan adanya hambatan tersebut, membuat para pengusaha PR Subur harus memutar otak agar usahanya tetap berjalan.
Berdasarkan fakta di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji permasalahan tentang dinamika industri rokok kecil yang terdapat di Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon ini, khususnya PR Subur. Sekaligus peneliti juga ingin mengetahui seberapa besar kontribusi PR Subur terhadap perkembangan sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar. Oleh karena itu, peneliti merumuskan permasalahan tersebut dalam sebuah proposal penelitian yang berjudul Industri Rokok dan Pembangunan Desa: Eksistensi Pabrik Rokok Subur Terhadap Dinamika Sosial-Ekonomi Masyarakat Desa Astanalanggar Kabupaten Cirebon Tahun 1971-2009.


2. Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa pokok pemikiran yang dipaparkan di atas terdapat satu permasalahan utama yang akan dikaji yaitu “bagaimana PR Subur ini mampu bertahan pasca dikeluarkannya peraturan pemerintah yang dinilai menghambat produksi rokok serta persaingan dari industri rokok besar? Agar permasalahan yang akan dikaji lebih jelas dan fokus, penulis akan memberikan batasan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon antara kurun waktu 1971-2009?
2. Bagaimana upaya para pengusaha rokok Subur dalam mengembangkan Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama kurun waktu kajian?
3. Bagaimana konsekuensi keberadaan industri rokok Subur dalam mengembangkan Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama 38 tahun?
4. Bagaimana peran pemerintah daerah Kabupaten Cirebon dalam menangani permasalahan industri rokok kecil ini?

3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjawab berbagai pertanyaan permasalahan yang telah dirumuskan sebagai berikut, yakni untuk :
1. Mendeskripsikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. antara kurun waktu 1971-2009. Ada pun aspek yang akan diteliti meliputi kondisi sosial, ekonomi, serta tingkat pendidikan masyarakat Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon.
2. Mendeskripsikan upaya dari pengusaha rokok Subur dalam mengembangkan industri rokok Subur di Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama kurun waktu kajian melalui berbagai faktor untuk melihat peningkatan dan penurunan industri ini baik dari segi faktor modal, tenaga kerja, produksi, dan pemasarannya, serta upaya pengusaha dalam menyiasati adanya peraturan pemerintah yang menghambat perkembangan industri rokok kecil dan persaingan usaha dari perusahaan rokok besar.
3. Menjelaskan konsekuensi keberadaan industri rokok Subur terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama 38 tahun sebagai suatu pola pembangunan industri pedesaan di Kabupaten Cirebon. Ada pun konsekuensinya meliputi tingkat kesejahteraan yakni penghasilan berupa upah yang diterima oleh pekerja, keuntungan yang diperoleh pengusaha, munculnya tingkat pendidikan yang baru, pembangunan fisik yang sudah dilakukan di desa tersebut dan sebagainya.
4. Menjelaskan peran pemerintah daerah Kabupaten Cirebon dalam menangani permasalahan industri rokok kecil pada umumnya dan PR Subur khususnya yang meliputi perhatian PEMDA Cirebon terhadap industri rokok kecil yang berupa bantuan dan sosialisasi.peningkatan mutu produksi.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Memperkaya penulisan mengenai sejarah khususnya sejarah lokal di Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon. Sehingga nantinya dapat menimbulkan wawasan baru dan mengembangkan sejarah lokal di desa tersebut.
2. Memberikan pengetahuan tentang dinamika masyarakat pedesaan di Kabupaten Cirebon terutama di sekitar Pabrik Rokok Subur dalam memenuhi kelangsungan hidupnya.
3. Memberikan solusi alternatif tentang permasalahan yang terjadi di industri rokok kecil sehingga nantinya dapat diimplementasikan secara bersama-sama dengan PEMDA Cirebon serta pengusaha PR Subur itu sendiri.

4. Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa konsep. Konsep tersebut yaitu tentang pembangunan desa dan kewirausahaan. Dengan konsep tersebut, diharapkan akan membantu peneliti dalam penelitian tentang Perkembangan Industri Rokok Subur di Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon Tahun 1971—2009.
Konsep pertama yang peneliti gunakan adalah tentang pembangunan desa. Peter Hagul (1992: 15) dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat, menjelaskan bahwa pembangunan desa adalah suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan menguasai lingkungan sosial yang disertai meningkatnya tingkat hidup merka akibat dari penguasaan tersebut. Surjadi (1983: 21) dalam bukunya yang berjudul Pembangunan Masyarakat Desa, menjelaskan bahwa pasca Perang Dunia II kesadaran akan pembangunan yang menekankan pembangunan kearah yang sempit dan spesifik dihubungkan dengan kebutuhan serta kesejahteraan anggota masyarakat setempat mulai tumbuh.
Dalam implementasinya, sebagian besar pemerintah negara-negara berkembang mulai mendorong pembangunan taraf nasional dan menyiapkan program-program spesial yang menstimulir dan menolong orang-orang untuk mengembangkan cara-cara hidup masyarakat setempatnya, program ini kemudian dikenal juga sebagai Pembangunan Masyarakat. Pembangunan ini dipandang sebagai suatu proses transformasi pada dasaranya akan membawa perubahan dalam proses alokasi sumber-sumber ekonomi, proses distribusi manfaat, dan proses akumulasi yang membawa pada peningkatan produksi, pendapatan dan kesejahteraan (Sumodiningrat, 1997: 17). Dengan demikian angka kemiskinan dan pengangguran di desa dapat ditekan secara perlahan tapi pasti.
Dalam pembangunan ini, masyarakat desa tentu saja boleh mengadakan penyesuaian dirinya untuk mengubah dan mengembangkan cara-cara hidupnya tanpa bantuan dari luar dalam jenis apa pun. Akan tetapi dewasa ini kebanyakan masyarakat desa justru memerlukan bantuan untuk memungkinkan mereka mengadakan penyusuaian pada perkembangan yang cepat berlangsung disekelilingnya. Di Indonesia sendiri program pembangunan masyarakat desa sudah ada sejak tahun 1947 melalui Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan yang kemudian terbentuklah kementerian khusus yang mengurusi pembangunan masyarakat desa yang disebut Kementerian Pembangunan (Surjadi, 83: 310).
Berbagai program pun telah dilaksanakan agar pembangunan desa berjalan dengan lancar. Namun hal tersebut terlepas dari masalah-masalah yang terjadi dalam penerapannya. Ada pun masalah yang terjadi diantaranya sasaran yang dituju hanya kelompok yang sama atau orang yang itu-itu saja. Dengan kata lain, berbagai layanan itu hanya dapat dirasakan oleh sekelompok kecil orang desa saja (Surjadi, 83: 312).
Konsep berikutnya yang akan digunakan peneliti adalah Kewirausahaan. Kewirausahaan menurut Gambhir (Sunendar, 2007: 10) adalah one who owns, organizes, manages and assumes the risk of business or enterprise. Dari definisi tersebut, terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yaitu kepemilikan (ownership) dan resiko (risk). Maksudnya, setiap orang yang ingin menjadi wirausahawan harus memiliki kepemilikan dan siap menanggung resiko apa pun nanti.
Di berbagai negara, wirausahawan sering dianggap sebagai model peranan atau contoh yang patut ditiru karena ia memiliki semangat, tekad, dan kreativitas. Lebih dari itu, mereka seringkali dianggap sebagai “pahlawan ekonomi” yang mempunyai kemampuan untuk berinovasi dan menciptakan serta memanfaatkan peluang ekonomi yang ada di hadapan merka.
Kewirausahaan tidak hanya menyangkut kepentingan ekonomi saja, tetapi juga kepentingan sosial dan kepentingan-kepentingan lain yang bersifat personal atau kolektif, bahkan kepentingan untuk berprestasi juga ada dalam kewirausahaan. Hal ini juga berlaku untuk usaha tradisional yang memprioritaskan untuk mempertahankan dan melanggengkan pekerjaan, wirausaha berusaha mengambil resiko dengan bereksperimen menciptakan pekerjaan baru. Terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan dalam usaha tradisional. Pertama, usaha tradisional dapat dipenuhi oleh satu keterampilan saja, seperti pembuatan rokok. Kedua, wirausaha terus berupaya menemukan cara-cara baru untuk bertahan dan memperluas jangkauan usahanya khususnya untuk factor distribusi produk yang dihasilkannya.
Untuk memahami perilaku wirausaha dengan baik, kita harus mengidentifikasi karekteristik yang berhubungan erat dengan wirausahawan. Timmons (Sunendar, 2007: 17-18) memaparkan sedikitnya terdapat beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh wirausahawan, yaitu:
1. Komitmen dan tekad
2. Kepemimpinan
3. Pencarian peluang
4. Toleransi terhadap resiko dan ketidakpastian
5. Kreatif, mandiri dan mampu beradptasi
6. Bermotivasi tinggi
Berdasarkan pernyataan di atas peneliti menangkap adanya karakteristik tersebut dalam jiwa pengusaha rokok Subur. Mereka memiliki komitmen yang ditinggi terhadap pekerjaan. Dengan jiwa kepemimpinan yang dimiliki oleh pengusaha rokok Subur mereka dapat mengambil keputusan tepat menyangkut produksi dan distribusi dari rokok itu. Pengusaha rokok Subur pintar melihat peluang, kondisi masyarakat yang sedang sulit, sedangkan keinginan untuk merokok relatif tinggi maka pada tahun 1998 pengusaha rokok ini memulai kembali produksi rokoknya setelah dari akhir tahun 1971 mereka “gulung tikar”.

5. Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini tadalah metode historis. Metode historis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986: 32). Sebagaimana dikemukakan pula oleh Ismaun (2005: 35) bahwa metode ilmiah sejarah adalah proses untuk menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peningggalan-peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita sejarah yang dapat dipercaya.
Mengenai langkah-langkah dalam penelitian ini menurut Sjamsuddin (2007: 85-239) antara lain sebagai berikut :
1. Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber-sumber sejarah yang berhubungan dengan skripsi ini. Dalam tahap ini, penulis melakukan pencarian sumber-sumber sejarah baik yang berupa wawancara, buku, dokumen, maupun artikel. Realisasi dari tahap ini, penulis mencaba melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam masalah yang akan dikaji, mengunjungi beberapa perpustakaan yang dianggap mempunyai sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji. Diantaranya penulis mengunjungi Perpustakaan UPI, dan Perpustakaan Palasari. Selain itu, penulis juga mencoba mengkaji sumber-sumber artikel dari internet yang dianggap relefan dengan pembahasan ini.
2. Kritik Sumber, merupakan langkah selanjutnya dari metode ilmiah sejarah yang dilakukan ketika sumber-sumber sejarah telah ditemukan. Kritik sumber terbagi kedalam dua, yaitu Kritik Eksternal dan Kritik Internal. Kritik Eksternal ditujukan untuk menilai otentisitas sumber sejarah. Dalam kritik ekstern dipersoalkan bahan dan bentuk sumber, umur, dan asal dokumen, kapan dibuat, dibuat oleh siapa, instansi apa, atau atas nama siapa. Dalam tahapan ini, penulis mencoba menilai sumber-sumber sejarah tersebut berdasarkan ketentuan dari kritik eksternal. Kritik Internal lebih ditujukan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggung jawab dan moralnya. Pada tahap ini, penulis membandingkan isi dari sumber-sumber sejarah dari satu penulis buku dengan penulis buku lainnya dengan maksud agar fakta-fakta sejarah yang diperoleh lebih valid untuk mendukung pembahasan yang akan dikaji.
3. Interpretasi adalah proses pemberian penafsiran atas fakta-fakta sejarah yang telah dikritisi melalui kritik sumber. Dalam hal ini, proses ini dilakukan untuk memberikan makna pada fakta-fakta sejarah agar dapat mendukung peristiwa yang dikaji. Dalam tahap ini, penulis memberikan penafsiran pada fakta-fakta sejarah yang diperoleh selama penelitian dengan menghubungkan beberapa fakta menjadi suatu kesatuan makna yang sejalan dengan peristiwa tersebut.
4. Historiografi merupakan tahapan terakhir dari metode ilmiah sejarah dalam penulisan skripsi ini. Dimana dalam historiografi ini, fakta-fakta yang telah melalui berbagai macam proses kemudian disusun menjadi satu kesatuan sejarah yang utuh sehingga terbentuklah suatu skripsi. Dalam proses ini, penulis mengerahkan seluruh daya pemikiran dan menuangkannya ke dalam skripsi dengan tujuan untuk menghasilkan suatu sintesis dari seluruh penelitian yang telah dilakukan.
Untuk mendukung hasil sintesis, peneliti menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu pendekatan yang menggunakan satu disiplin ilmu yang dominan, yang ditunjang oleh ilmu-ilmu sosial lainnya. Dalam hal ini, penulis mengambil satu disiplin ilmu yaitu ilmu sosial yang berupa ilmu ekonomi, Sosiologi, dan Antropologi.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan, yaitu mencari sumber baik berupa buku, artikel dan dokumen yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, yang kemudian dikaji untuk memperoleh solusi dalam memecahkan permasalahan penelitian.
2. Studi Dokumenter, yaitu suatu cara dalam pengumpulan data melalui media visual berupa foto-foto, gambar diambil pada waktu melakukan penelitian di lapangan atau pun dokumen-dokumen lainnya yang berupa peraturan-peraturan pemerintah Republik Indonesia.
3. Wawancara, adalah suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan yang dilakukan melalui percakapan dengan beberapa narasumber yang dianggap mempunyai keterkaitan dengan permasalahan yang dikaji.

6. Sistematika Penulisan
Mengenai sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah dan batasannya, tujuan dan manfaat penelitian, metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan secara singkat tentang sumber-sumber kepustakaan yang dijadikan sebagai bahan referensi yang berhubungan dengan pokok pembahasan yang juga disertai dengan analisis yang dapat mempermudah dalam pemecahan masalah tersebut.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan secara rinci tentang cara kerja penulis dalam melakukan penelitian untuk mendapatkan sumber-sumber yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Dalam ilmu sejarah, langkah-langkah tersebut meliputi : Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiografi.

BAB IV KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DESA ASTANALANGGAR KECAMATAN LOSARI KABUPATEN CIREBON (1971-2009)
Bab ini merupakan bagian utama dari skripsi yang berisi tentang kajian-kajian seperti yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Ada pun rumusan masalahnya yaitu menjelaskan tentang kondisi sosial-ekonomi masyarakat Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon antara kurun waktu 1971-2009, upaya para pengusaha rokok Subur dalam mengembangkan Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama kurun waktu kajian, konsekuensi keberadaan industri rokok Subur dalam mengembangkan Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon selama 38 tahun, peran pemerintah daerah Kabupaten Cirebon dalam menangani permasalahan industri rokok kecil ini.

BAB V KESIMPULAN
Merupakan bagian terakhir dari skripsi yang berisi pernyataan dan saran yang terangkum dari hasil analisis semua fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji dari penulis yang diutarakan secara ringkas dan jelas.


DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S. et al. (2008). Satu Dekade Pasca Krisis Indonesia: Badai Pasti Berlalu. Yogyakarta: Kanisius.

Alma, B. (2008). Kewirausahaan. Jakarta: Alfabeta.

Collier, W. L. et al. (1996). Pendekatan Baru Dalam Pembangunan Pedesaan di Jawa: Kajian Pedesaan Selama Dua Puluh Lima Tahun. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Effendi, T. N. (1995). Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Jakarta: UI Press.

Hagul, P. (Eds). (1992). Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: CV. Rajawali.

Ismaun. (2005). Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: FPIPS UPI Bandung.

Siagran, H. (1986). Pokok-pokok Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Alumni.

Sitanggang, H. (Eds). (1995). Corak dan Pola Kehidupan Sosial Ekonomi Pedesaan: Studi Tentang Kewiraswastaan Pada Masyarakat di Plered. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Sjamsuddin, H. ( 2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soekanto, S. (2005). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sukirno, S. (2006). Ekonomi Mikro: Teori Pengantar (Edisi Ketiga). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sumodiningrat, G. (1997). Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat (Edisi Kedua). Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.
Sunendar, D. (Eds). (2007). Kewirausahaan (Untuk Pemelajaran Bahasa dan Seni). Bandung: Basen Press.

Surjadi. A. (1983). Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Alumni.

Sumber Dokomen
Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Cirebon. (2009). Laporan Akhir Penyusunan SON Produksi Bersih Bagi Pabrik Rokok Kecil di Kabupaten Cirebon Tahun Anggaran 2009. Cirebon: Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Cirebon.

Dirjen Bea dan Cukai. (2009). Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai no P-43/BC/2009 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Jakarta: Departemen Keuangan.

Dirjen Bea dan Cukai. (2009). Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai no SE-27/BC/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembaka. Jakarta: Departemen Keuangan.

Menteri Keuangan. (2009). Peraturan Menteri Keuangan no 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Jakarta: Departemen Keuangan.

Presiden Republik Indonesia. (1995). Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (1999). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.

Presiden Repuyblik Indonesia. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia.

Sumber Internet
Badan Pusat Statistik. (1996). Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Penduduk (P2) menurut provinsi tahun 1996 [Online]. Tersedia: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=1. [10 Maret 2010].

Departemen Sosial RI. (2005). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional [Online]. Tersedia: http://kfm.depsos.go.id/mod.php?mod=userpage&page_id=3. [10 Maret 2010].

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. (2009). Pembangunan Desa Tertinggal Disediakan Dana Rp 1,09 Trilun [Online]. Tersedia: http://www.menkokesra.go.id/content/view/11599/39/. [10 Maret 2010].

Wawancara
Deni Yulianto, Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon, pengawas produksi PR Subur (27 Februari 2010).

Kusen, Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon, pendiri dan pemilik PR Subur (27 Februari 2010).

Suhardi, Desa Astanalanggar Kecamatan Losari Kabupaten Cirebon, humas PR Subur (27 Februari 2010).



LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Industri Rokok di Kabupaten Cirebon
Data Persebaran Industri Rokok di Kabupaten Cirebon
No. Nama Perusahaan Alamat Perusahaan Nama Pemilik
1 PR. Gemilang Jaya Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Tiah BT. Warmin
2 PR Sangjaka Jati Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Sunendi
3 PR Tinta Ria Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Ahmad Edi Junaedi
4 PR Tujuh Langit Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Suharto
5 PR Raihan Fuji Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Nurjaenudin Bin Jured
6 PR Dwi Putra Manunggal Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Amirudin Bin Sudirman
7 PR Hamid jaya Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Aliyah
8 PR Subur Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Kusen Bin Nawi
9 PR Karma Baru Taman Indah Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Warkini Witati
10 PR Hidup Baru Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Masri’ah
11 PR Falmas Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Moh Dam Bin Taum
12 PR Al Hidayah Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Kusnadi
13 PR Mulya Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Muhari Bin Karwiyah
14 PR Barokah Jaya Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Darwiyah
15 PR Aji Rasa Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Rohensih
16 PR Kretek Slamet Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Mudri
17 PR Sumber Alam Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Sahuri
18 PR Kretek Penuntun Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Aktori
19 PR Makmur Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Walidun
20 PR Jaya Mandiri Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Deni Yulianto
21 PR Mekar Jaya Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Mirno
22 PR Persterdapatr Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Yana Firginawan
23 PR Amanat Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon
24 PR Aji Satha Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Akhmad Khaerudin
25 PR Silva Jaya Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon JUndiyah
26 PR Bumi Jaya Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Suhardi Bin Rambiyad
27 PR Gurun Pijak Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Warid Bin Awarah
28 PR Puing Morgana Desa Astanalanggar Kec. Losari Kab. Cirebon Saudi Bin Raswin
29 PR Bima Sakti Putra Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Carudin
30 PR Tri In One Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Waryad
31 PR Triplex Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Satori Ardiyanto
32 PR Bata Merah Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon
33 PR Putra Kasur Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Makmuri Bin Maskud
34 PR Chandramawa Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Dulkarom Bin Raswin
35 PR Billi Putra Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Narjo
36 PR Pandawa Putra Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Madrais
37 PR Darma Luhur BD. Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Baedi’
38 PR Darma Luhur TM. Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Watmo
39 PR Darma Luhur TM. Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Wahidin
40 PR Darma LUhur SK Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Sawidin
41 PR Alisa Widya Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Yunaenah
42 PR Hikmah Putra Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Rudi
43 PR Saudara Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Haeriyanto
44 PR Safutri Jaya Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Khotimah
45 PR Rokin Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Sriyanah
46 PR Darma Luhur RK Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Rokimah Bt Kterdapats
47 PR Samiaji Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Sunaningsih
48 PR Joe Jaya Putra Desa Barisan Kec. Losari Kab. Cirebon Juana Bin Salt
49 PR Eka Putra Maju Bersama Desa Losari Lor Kec. Losari Kab. Cirebon Siti Khomisoh
50 PR Tiga Bersaudara Desa Losari Kidul Kec. Losari Kab. Cirebon Nukidin
51 PR Mitra Mandir Desa Losari Kidul Kec. Losari kab. Cirebon Subali Bakti
52 PR Berkah Jaya Desa Pasuruan Kec. Pabedilan Kab. Cirebon Jhaiyah BT. Talib
53 PR Putra Manunggal Jaya Desa Pasuruan Kec. Pabedilan Kab. Cirebon Edi Susendi Bin Wardi
54 PR Putra Eddyti Desa Pasuruan Kec. Pabedilan Kab. Cirebon Suminah Binti Abdul Talib
55 PR Cakra Desa Pasuruan Kec. Pabedilan Kab. Cirebon
56 PR Hany Jayatama SR Desa Pasuruan Kec. Pabedilan Kab. Cirebon Sopandi
57 PR Trubus Uni Jaya Desa Pasuruan Kec. Pabedilan Kab. Cirebon Tabrani
58 PR Osman Sutjinto Desa Jungjang Kec. Arjawinangun Kab. Cirebon Osman Sutjinto
59 PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Desa Kasugengan Lor Kec. Depok Kab. Cirebon Gulang Putu Jayaputra
60 CV. Trio Djamlang Desa Megu Gede Kec. Weru Kab. Cirebon Muzaed
61 PR Dua Merpati Desa Tangkil Kec. Susukan Kab. Cirebon Ahmad Zaeni
Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon Tahun 2009.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar